Sunday, June 10, 2012

Ingin melanjutkan Kuliah? Pertimbangkan Nama Besar Universitas atau Akreditasi Jurusannya..?



Teman-teman yang telah lulus dari SMA atau setingkatnya, selamat ya....
Mungkin dari kalian ada yang ingin langsung bekerja atau ingin kuliah dulu, Bagi kalian yang ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi mungkin info ini berguna bagi anda. 

Kita coba angkat mengenai tema tentang spek apa dari teman-teman dalam memilih perguruan tinggi, nama besar Perguruan Tinggi -  nya atau akreditasi jurusan (program studi). Nama besar suatu perguruan tinggi biasanya ditentukan oleh kredibilitas, dan penilaian jurusan-jurusan didalamnya secara general alias garis besar.  Adakalanya di suatu perguruan tinggi favorit idola banyak orang, jurusan tertentu akreditasinya lebih rendah daripada di perguruan tinggi yang biasa alias ga terlalu favorit. 
Misalkan di Universitas X yang notabene favorit, akreditasi jurusan statistiknya B sedangkan di Universitas Y yang tidak begitu favorit dan “populer” akreditasi jurusan statistiknya A. Maka apa itu juga menjadi pertimbangan saat kita memilih mau masuk mana.
Akreditasi suatu jurusan atau program studi ditentukan berdasarkan komitmen program studi terhadap kapasitas institusional (institutional capacity) dan komitmen terhadap efektivitas program pendidikan (educational effectiveness), dimana standartnya mencakup 7 hal yaitu (1) Visi, misi, tujuan dan sasaran, dan strategi pencapaian,(2) Tata pamong,  kepemimpinan, sistem pengelolaan, dan penjaminan mutu BAN-PT (3) Mahasiswa dan lulusan, ini biasanya dilihat quesioner para lulusannya, IP yang diraih para mahasiswanya kalau ga salah selama 5 tahun berjalan (4) sumber daya manusia (5) Kurikulum, pembelajaran, dan suasana akademik (6)Pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sistem informasi dan (7)  Penelitian dan pelayanan/pengabdian kepada masyarakat, dan kerjasama.
Dimana semua itu mengacu ke Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Pasal 60 dan 61), Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Pasal 47), Undang-Undang RI Nomor 9 Tahun 2009 tentang  Badan Hukum Pendidikan, Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun  2005 tentang Standar  Nasional Pendidikan (Pasal 86, 87 dan 88), dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 28 Tahun 2005 tentang Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi.

Pada saat lulusan suatu perguruan tinggi hendak mencari kerja, ada 2 fenomena juga yang terjadi. Misalnya setelah banyak kandidat menjalani serangkaian proses recruitment dari seleksi administrasi, psikotes, interview HRD, user hingga direksi kemudian di dapat 2 calon yang imbang sedangkan yang dibutuhkan hanya satu. Ini kasus nyata di tempat kerja saya, akhirnya si Bos memilih kandidat yang berasal dari Universitas Negeri ternama di Yogyakarta daripada yang dari Universitas Negeri di Jawa Timur. Meskipun akreditasi jurusan dari 2 kandidat itu sama, jadi aspek yang dipertimbangkan bos adalah “nama besar Universitas”.
Di kasus lain, yaitu saat ada recruitment CPNS dari suatu kementerian yang dari seleksi administrasi sudah menetapkan kriteria bahwa akreditasi jurusan harus “A”. Jadi ada teman kakak saya dari sebuah Universitas Negeri cukup favorit sudah gagal ga bisa daftar karena akreditasi jurusan nya di Universitas itu kebetulan hanya B, sedangkan teman kakak saya yang lain dari Universitas yang masih kalah favorit bisa mendaftar karena akreditasi jurusan yang sama di tempat tersebut “A”, sampai akhirnya dia menjalani tes akademik, wawancara dan kesehatan hingga sekarang jadi PNS di kementrian tersebut.
Nah untuk para calon mahasiswa yang sebentar lagi hendak menentukan melanjutkan pendidikan kemana? Hal ini bisa menjadi pertimbangan. Namun ada yang lebih bagus lagi jika mahasiswa kuliah tak hanya untuk mencari kerja, tapi kuliah untuk membentuk pola pikir dan syukur-syukur bisa usaha sendiri menciptakan lapangan kerja bagi orang banyak. Nah kalau yang ini lebih keren, akreditasi-akreditasi itu tak terlalu signifikan lagi. (dari http://edukasi.kompasiana.com)

sekedar info, untuk teman yang ingin mengetahui akreditasi perguruan tinggi, dapat dilihat di http://ban-pt.kemdiknas.go.id/direktori.phphttp://ban-pt.kemdiknas.go.id/direktori.php

Thursday, July 21, 2011

The period of the Ideal Student Orientation (Masa Orientasi Siswa yang Ideal)




Mengenakan tas dari karung goni, rambut dikuncir dan dipitai warna-warni, dengan pakaian sobek-sobek. Gambaran ini sering kali identik saat siswa, terutama di jenjang sekolah menengah dan perguruan tinggi, menjalani masa orientasi.

Periode memasuki babak baru dalam sekolah ini kerap kali dikritik karena dalam pelaksanaannya banyak masa orientasi yang sarat kekerasan. Selain kekerasan, masa orientasi siswa dinilai sebagai "pembodohan". Alasannya, siswa dimintai melakukan hal-hal yang tidak masuk akal, seperti berdandan ala pengemis, melakukan gerakan tarian yang konyol, dan sebagainya. Lantas, yang menjadi pertanyaan, bagaimanakah masa orientasi yang ideal?

Wakil Menteri Pendidikan Nasional (Wamendiknas) Fasli Jalal sempat mengungkapkan agar suasana ospek bernuansa pendidikan. Misalnya, outbound, membagi kerja kelompok, dan sekolah harus bisa bertanggung jawab penuh serta tidak boleh menyerahkan kepada pihak ketiga, misalnya alumni ataupun organisasi eksternal. Hal ini harus dipegang penuh dan harus diketahui oleh kepala sekolah.

Wearing a bag of burlap, dipitai ponytail and colorful, with clothes in tatters. This picture is often synonymous when students, especially in graduate school and college, through the orientation.
Period entered a new phase in this school are often criticized for its implementation many times a violent orientation. Besides violence, the orientation of students rated as "twit". The reason, students are asked to do things that make no sense, like a beggar dressed, doing a silly dance moves, and so on. So, the question, how is the ideal orientation?
Deputy Minister of National Education (Wamendiknas) Fasli Jalal had revealed that ospek nuanced educational atmosphere. For example, outbound, divide the work groups, and schools must be fully responsible and should not be handed to a third party, such as alumni or external organizations. It must be held fully and should be known by the principal.
Student orientation period was not an event revenge seniors to juniors. In contrast, the orientation of new students should be maximized to introduce the school environment, new friends, until the introduction of different learning because new students come from lower educational levels to be higher.
The orientation period students are expected to be the momentum to grow the characters corresponding to the educational values, such as discipline, responsibility, work ethic, polite, and others. It can be through seminars, education, entrepreneurship, and the introduction of a number of extracurricular activities.
Not only the senior students could take part in the orientation, the school can support the full orientation activities. In fact, in the introduction and the students are having problems, here is where the role of schools to provide a solution.